Rabu, 15 Desember 2010

Filsafat umum 4

Kata Filsafat Digunakan Untuk Menunjukkan
Berbagai Objek Yang Berbeda
Pertama, istilah filsafat digunakan sebagai nama
bidang pengetahuan, yaitu
pengetahuan filsafat, suatu bidang pengetahuan
yang ingin mengetahui segala
sesuatu secara mendalam. Kedua, istilah filsafat
digunakan untuk menanamkan
hasil karya. Hasil karya yang mendalam dari Plato
disebut filsafat Plato;
pengetahuan mendalam Ibn Rusyd disebut filsafat
Ibn Rusyd; begitu selanjutnya.
Ketiga, istilah filsafat telah digunakan juga untuk
menunjuk nama suatu
keyakinan. Mulder, misalnya, pernah
mendefinisikan filsafat sebagai sikap
terhadap perjuangan hidup (Mulder, 1966:6).
Keempat, istilah filsafat digunakan
untuk memberi nama suatu usaha untuk
menemukan pengetahuan yang mendalam
tentang
sesuatu, contohnya definisi dari Langeveld
(Langeveld, 1961:9). Disini filsafat
berarti berfilsafat. Runes (1971:235) mengatakan
bahwa mencari kebenaran serta
kebenaran itu sendiri itulah filsafat. Bila ia
menjawab tentang sesuatu secara
sistematis, radikal, dan universal, serta
bertanggung jawab, maka sistem
pemikirannya serta kegiatannya itu kita sebut
filsafat. Demikian Langeveld
(1961:9). Kelima, yang paling dahulu kita kenal,
istilah filsafat digunakan
untuk menanamkan orang yang cinta pada
kebijakan dan ia berusaha mencapainya.
Disini perkataan “ia filosof” berarti ia pencinta dan
pencari kebijakan. Masih
ada penggunaan kata filsafat selain itu.
Dengarkanlah orang berkata, “ah, kau
itu berfilsafat.” Maksudnya ialah orang yang sok
berbelit-belit dalam
menguraikan sesuatu. Perkataan berfilsafat di sini
dalam pengertian negatif.
Apa Yang Mendorong Timbulnya Filsafat
Jawaban terhadap pertanyaan ini kiranya akan
membantu memahami apa
filsafat itu sebenarnya. Dengan membaca ini
mudah-mudahan pengertian filsafat
akan tersingkap sedikit demi sedikit.
Hatta dalam bukunya, Alam Pikiran Yunani (1966,
1:1-3), menulis
sebagai berikut ini.
“ Tiap bangsa betapapun biadabnya, mempunyai
dongeng takhayul. Ada yang terjadi
dari kisah perintang hari, keluar dari mulut orang
yang suka bercerita. Ada yang
terjadi dari muslihat menakut-nakuti anak supaya
ia tidak nakal. Ada pula yang
timbul dari keajaiban alam yang menjadi pangkal
heran dan takut. Dari itu orang
menyangka alam ini penuh oleh dewa-dewa.
Lama kelamaan timbul berbagai fantasi.
Dengan fantasi itu manusia dapat menyatukan
ruhnya dengan alam sekitarnya. Orang
yang membuat fantasi itu tidak ingin membuktikan
kebenaran fantasinya karena
kesenangan ruhnya terletak pada fantasinya itu.
Tetapi kemudian ada orang yang
ingin mengetahui lebih jauh. Diantaranya ada
orang yang tidak percaya, ada yang
bersifat kritis, lama kelamaan timbul keinginan
pada kebenaran.
Orang-orang Grik dahulunya banyak mempunyai
dongeng dan takhayul. Tetapi yang
ajaib pada mereka ialah bahwa angan-angan yang
indah itu menjadi dasar untuk
mencari pengetahuan semata-mata untuk tahu
saja. Tidak mengharapkan untung dari
itu. Berhadapan dengan alam yang indah luas,
yang sangat bagus dan ajaib pada
malam hari, timbul dihati mereka keinginan
hendak mengetahui rahasia alam itu.
Lalu timbul pertanyaan di dalam hati mereka, dari
mana datangnya alam ini,
bagaimana terjadinya, bagaimana kemajuannya
dan kemana sampainya. Demikianlah
selama beratus tahun alam ini menjadi pertanyaan
yang memikat perhatian
ahli-ahli pikir Grik. ”
Dari kutipan panjang ini dapat diambil dua
kesimpulan. Pertama,
dongeng dan tahayul dapat menimbulkan filsafat.
Diantara orang-orang ada yang
tidak percaya begitu saja. Ia kritis, ingin
mengetahui kebenaran dongeng itu.
Dari situ timbul filsafat. Kedua, keindahan alam
besar, terutama ketika malam
hari, menimbulkan keinginan pada orang Grik
untuk mengetahui rahasia alam itu.
Keinginan mengetahui rahasia alam, berupa
rumusan-rumusan pertanyaan, ini juga
menimbulkan filsafat.
Beerling (1966:8) mengatakan bahwa orang Yunani
yang mula-mula
sekali berfilsafat di Barat mengatakan bahwa filsafat
timbul karena ketakjuban.
Ketakjuban menyaksikan keindahan dan
kerahasiaan alam semesta ini lantas
menimbulkan keinginan mengetahuinya. Plato
mengatakan bahwa filsafat dimulai
dari ketakjuban. Sikap heran atau takjub itu akan
lahir dalam bentuk bertanya.
Pertanyaan itu memerlukan jawaban. Bila pemikir
menemukan jawaban, jawaban itu
dipertanyakan lagi karena ia selalu sangsi pada
kebenaran yang ditemukannya.
Patrick (Mulder, 1966:44-5) mengatakan, manakala
kebenarannya mereka menjadi
serius dan penyelidikan menjadi sistematis,
mereka menjadi filosof. Sartre
(Beerling, 1966:8) mengatakan bahwa kesadaran
pada manusia ialah bertanya yang
sebenar-benarnya. Pada bertanya itulah manusia
berada dalam kesadarannya yang
sebenar-benarnya.
Akan tetapi, hendaknya perlu segera dicatat bahwa
pertanyaan yang
dapat menimbulkan filsafat bukanlah pertanyaan
yang sembarangan. Pertanyaan yang
dangkal seperti “apa rasa gula” dapat dijawab oleh
lidah; pertanyaa ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar